Sabtu, 25 Juni 2011

Tak Ada Toleransi untuk NARKOBA

Ketua Badan Nar­kotika Kabupaten (BNK) - Kabupaten Se­rang, Ratu Tatu Cha­sa­nah menga­takan, secara pri­badi tidak se­pen­dapat dengan ke­bijakan BNN yang menolerir peng­guna NARKOBA di bawah satu gram. Me­nu­rutnya besar mau­pun kecil peng­gu­naannya NARKOBA merusak sendi-sendi ke­hidupan. “Apalagi pe­makainya secara umum adalah ge­nerasi muda,” kata Tatu.
Meski demikian, secara hirarki Ba­dan Narkotika Kabupaten Se­rang (BNK) tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan tersebut. Dalam waktu dekat, Tatu akan ber­ko­mu­ni­kasi dengan BNK lain di Ban­ten untuk mempertanyakan ke­bijakan BNN. “Kita akan me­minta BNP Ban­ten untuk mem­fasilitasi suara ka­mi, kami harus ber­tanggung jawab terhadap daerah kami agar ti­dak semakin ba­nyak peredaran NARKOBA,” ujar Tatu.

“Harusnya pemerintah tegas. Bila dilarang ya dilarang. Jangan setengah-setengah. Apalagi sekarang ini penyalahgunaan narkoba sudah masuk kampung. Bisa dibayangkan bila yang memiliki ganja di bawah satu gram tak ditahan maka anak-anak akan mencoba yang ujung-ujungnya ketagihan,” papar Yayah.
Dikatakan, untuk menolak per­aturan bersama itu maka DPRD Banten harus berani menyuarakan pe­nolakan. Jangan sampai ma­sa­lah ini melebar ke mana-mana. “Sebagai wakil rakyat harus peka. Tapi kok sekarang diam saja,”

Kepala Kanwil Kemenkum HAM Ban­ten Imam Santoso menga­ta­kan, ada informasi tidak lengkap yang diterima masyarakat menge­nai peraturan bersama yang me­nyatakan tidak ditahannya peng­guna narkoba di bawah satu gram sehingga menimbulkan sa­lah tafsir.
Kata Imam, dalam peraturan ber­­sama yang ditandatangani Ke­­menkum HAM dengan Badan Nar­­kotika Nasional (BNN) di­se­butkan bahwa pengguna yang tidak ditahan itu bagi pecandu pe­­mula atau kali pertama me­ngon­­sumsi obat terlarang itu. Bi­la ada yang pernah ditahan ka­­rena kasus narkoba dan ter­tang­­kap untuk yang kali kedua, mes­­ki hanya memiliki sabu di ba­­wah satu gram tetap akan di­ta­han. “Tidak ditahan di sini da­­lam artian ada penjamin dari pi­­hak keluarga. Sementara peng­gu­na sabu itu direhabilitasi,” kata Imam kepada Radar Banten, Jum­at (13/5).
Kata dia lagi, persoalan lain yang dihadapi adalah bagaimana si pecandu ditangkap di daerah yang berbeda. Itu yang menjadi pro­blem karena sistem yang di­mi­liki belum online sehingga su­lit melacak si pecandu kasus nar­­koba di Serang tetapi mem­bawa sabu di bawah satu gram. Ke­­mudian ketangkap lagi di da­erah lain di Banten dengan mem­bawa sabu di bawah satu gram. “De­ngan demikian yang ber­sangkutan sudah sering kali meng­gunakan sabu. Makanya ke depan sistem online harus di­t­erapkan di Indonesia sehingga mu­dah melacak orang-orang yang sudah berurusan dengan nar­koba,” beber Imam.
Imam sependapat dengan KAPOLRES Serang AKBP Krisnandi yang menyebutkan bahwa reha­bi­litasi itu memerlukan anggaran besar. “Apakah Pemerintah Da­erah sudah siap dengan kon­sep re­habilitasi itu. Ini juga men­jadi per­soalan yang pelik,"

(jah-mg8/alt)-RADAR BANTEN ONLINE