Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) - Kabupaten Serang, Ratu Tatu Chasanah mengatakan, secara pribadi tidak sependapat dengan kebijakan BNN yang menolerir pengguna NARKOBA di bawah satu gram. Menurutnya besar maupun kecil penggunaannya NARKOBA merusak sendi-sendi kehidupan. “Apalagi pemakainya secara umum adalah generasi muda,” kata Tatu.
Meski demikian, secara hirarki Badan Narkotika Kabupaten Serang (BNK) tidak bisa berbuat banyak atas kebijakan tersebut. Dalam waktu dekat, Tatu akan berkomunikasi dengan BNK lain di Banten untuk mempertanyakan kebijakan BNN. “Kita akan meminta BNP Banten untuk memfasilitasi suara kami, kami harus bertanggung jawab terhadap daerah kami agar tidak semakin banyak peredaran NARKOBA,” ujar Tatu.
“Harusnya pemerintah tegas. Bila dilarang ya dilarang. Jangan setengah-setengah. Apalagi sekarang ini penyalahgunaan narkoba sudah masuk kampung. Bisa dibayangkan bila yang memiliki ganja di bawah satu gram tak ditahan maka anak-anak akan mencoba yang ujung-ujungnya ketagihan,” papar Yayah.
Dikatakan, untuk menolak peraturan bersama itu maka DPRD Banten harus berani menyuarakan penolakan. Jangan sampai masalah ini melebar ke mana-mana. “Sebagai wakil rakyat harus peka. Tapi kok sekarang diam saja,”
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Banten Imam Santoso mengatakan, ada informasi tidak lengkap yang diterima masyarakat mengenai peraturan bersama yang menyatakan tidak ditahannya pengguna narkoba di bawah satu gram sehingga menimbulkan salah tafsir.
Kata Imam, dalam peraturan bersama yang ditandatangani Kemenkum HAM dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) disebutkan bahwa pengguna yang tidak ditahan itu bagi pecandu pemula atau kali pertama mengonsumsi obat terlarang itu. Bila ada yang pernah ditahan karena kasus narkoba dan tertangkap untuk yang kali kedua, meski hanya memiliki sabu di bawah satu gram tetap akan ditahan. “Tidak ditahan di sini dalam artian ada penjamin dari pihak keluarga. Sementara pengguna sabu itu direhabilitasi,” kata Imam kepada Radar Banten, Jumat (13/5).
Kata dia lagi, persoalan lain yang dihadapi adalah bagaimana si pecandu ditangkap di daerah yang berbeda. Itu yang menjadi problem karena sistem yang dimiliki belum online sehingga sulit melacak si pecandu kasus narkoba di Serang tetapi membawa sabu di bawah satu gram. Kemudian ketangkap lagi di daerah lain di Banten dengan membawa sabu di bawah satu gram. “Dengan demikian yang bersangkutan sudah sering kali menggunakan sabu. Makanya ke depan sistem online harus diterapkan di Indonesia sehingga mudah melacak orang-orang yang sudah berurusan dengan narkoba,” beber Imam.
Imam sependapat dengan KAPOLRES Serang AKBP Krisnandi yang menyebutkan bahwa rehabilitasi itu memerlukan anggaran besar. “Apakah Pemerintah Daerah sudah siap dengan konsep rehabilitasi itu. Ini juga menjadi persoalan yang pelik,"
(jah-mg8/alt)-RADAR BANTEN ONLINE
Sabtu, 25 Juni 2011
Langganan:
Postingan (Atom)